Renungan Menjelang HUT RI Ke-74 : “Mewarisi Nilai-Nilai Perjuangan Kemerdekaan”

Salam merdeka…!

Indonesia akan memasuki usia 74 tahun sebagai bangsa merdeka, sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdaulat. Suatu usia yang cukup panjang yang diharapkan akan terus tegak berdiri menjadi tempat bernaung bagi semua anak bangsa dari generasi ke generasi. Keberlanjutan bangsa dan negara ini sangat ditentukan oleh kesadaran dari setiap anak bangsa dalam memaknai nilai-nilai perjuangan yang hidup dalam diri Bapak-Bapak bangsa (founding fathers) ketika mereka memperjuangkan, mempersiapkan dan memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Karena itu, sangat menarik membaca berbagai tulisan sekitar kemerdekaan Indonesia dan menarik nilai-nilai kejuangan yang patut kita warisi saat ini. Berikut 5 kutipan pembelajaran yang patut direnungkan oleh semua insan Polman Astra, sebagai generasi penerus bangsa.

(1) Pendidikan yang mencerahkan dan kepedulian terhadap bangsa

Indonesia dijajah Belanda 350 tahun, dijajah Jepang 3,5 tahun, dan itu terjadi karena tidak banyak rakyat terdidik, perjuangan sifatnya kedaerahan, dan mudahnya rakyat dan elit diadu domba. Gerakan yang bersifat nasional yang mengarah ke Indonesia merdeka dimulai dengan munculnya pergerakan beberapa anak bangsa yang berpendidikan yang membentuk organisasi kebangsaan seperti Budi Utomo tahun 1908 yang digagas oleh dr. Wahidin Sudirohusodo, seorang dokter dari Surakarta. Dr. Wahidin menginginkan adanya tenaga-tenaga muda yang terdidik tetapi pada umumnya pemuda-pemuda tersebut tidak sanggup membiayai studinya sehingga perlu dikumpulkan beasiswa (study fond) untuk membiayai mereka. Bertemu dengan Sutomo, pelajar STOVIA, dokter Wahidin mengemukakan gagasannya dan disambut para pelajar Stovia sehingga tanggal 20 Mei 1908 dibentuk organisasi bernama Budi Utomo dengan Sutomo ditunjuk sebagai ketua. Setelah itu berbagai gerakan kebangsaan modern bermunculan. Karena itu, tgl 20 Mei ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Pendidikan yang mencerahkan yang membawa  kepedulian untuk menolong rakyat tetap kita perlukan sampai hari ini. Melalui pendidikan di Polman Astra, diharapkan para mahasiswa bukan hanya belajar dan mendapatkan kompetensi di bidang teknologi, tetapi mengalami pencerahan bagaimana kompetensi teknologi tersebut membantu memecahkan berbagai masalah kehidupan di masyarakat dan memajukan industri untuk membuat Indonesia menjadi negara maju yang mampu menghidupi dan mengayomi rakyatnya.

(2) Cita-cita menggerakkan perjuangan, kerja keras, dan kerelaan menderita

Kemerdekaan tidaklah gratis, ada harga yang harus dibayar. Bapak-bapak bangsa membayarnya dengan kerja keras, kerelaan menderita, bahkan pertaruhan nyawa. Bacalah kisah tokoh-tokoh bangsa yang dbuang ke Banda Naira (Maluku) dalam kurun waktu 1936 – 1942 yaitu diantaranya Tjipto Mangunkusumo, Sutan Syahrir, dan Mohammad Hatta[i]. Baca juga kisah mereka yang dibuang ke Boven Digul (Papua) dalam kurun waktu 1920 – 1930an seperti Hatta, Sjarir, Marco Kartodikromo, dan Thomas Najoan, bahkan penghuninya sampai 1200 orang[ii]. Kisah mereka adalah kisah penderitaan yang serba kekurangan. Apa yang membuat mereka kuat? Cita-cita untuk Indonesia merdeka yang berdaulat.

Proklamator kemerdekaan, Sukarno, berkata, “Kami menggoyangkan langit, menggempakan darat, dan menggelorakan samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2 ½ sen sehari. Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. Bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita”[iii]

Pernyataan Sukarno di atas mengandung makna cita-cita kesejahteraan rakyat. Itu hanya dapat diperoleh jika kita bekerja keras. Kalau dulu dengan perjuangan senjata dan diplomatik untuk menjadi bangsa merdeka, kalau sekarang dengan fasilitas pembelajaran vokasi dan intelektual untuk beroleh kompetensi yang memajukan industri, meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan bangsa.

Sulitkah untuk tekun belajar?  Kata Bung Karno, “kami bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita.” Dengan hati yang digerakkan oleh cita-cita, proses pembelajaran mahasiswa selama 3 tahun tidaklah sulit untuk dilalui. Proses pengajaran dan penelitian teknologi pasti bisa diatasi ketika ada cita-cita yang dihidupi. Cita-cita itu menggerakkan hati dan pikiran.

(3) Semangat yang menginspirasi

Tokoh proklamator Muhammad Hatta, dalam salah satu tulisannya membahas peran pemuda yang bersemangat yang terlibat dalam peristiwa proklamasi kemerdekaan. “Akan tetapi, apabila semangat mereka tidak begitu meluap-luap pada permulaan Revolusi Nasional kita, maka sukarlah kiranya menghidupkan perjuangan rakyat yang begitu hebat, hingga sanggup menderita bertahun-tahun lamanya.” (Muhammad Hatta; 1951)[iv].

Semangat saja tidak cukup untuk menyelesaikan masalah tetapi semangat sangat diperlukan. Dengan adanya semangat para pemuda, rakyat terinspirasi dan ikut bergerak sehingga revolusi kemerdekaan bisa terjadi. Dunia industri di era revolusi industri 4.0 juga ditandai dengan semangat orang-orang muda, kaum millennial, yang mengispirasi banyak orang untuk masuk ke era baru cara berbisnis. Jika disertai semangat jiwa nasionalisme, semangat untuk membangun bangsa dan negara, para mahasiswa yang kompeten dan penuh semangat akan bisa membuat Indonesia berjaya.

Para mahasiswa dan instruktur muda Polman Astra, semangat anda masa depan bangsa. Bung Karno berkata, “Apabila dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun”[v] Kemajuan mu dan kemajuan bangsa ditentukan oleh semangat untuk berbuat suatu kebaikan.

(4) Jaga persatuan, apapun perbedaan kita

Sukarno dan Hatta yang disebut sebagai dwi-tunggal juga kerap berbeda pandangan. Tetapi, kesadaran akan pentingnya persatuan dalam memperjuangkan kemerdekaan membuat mereka bersatu langkah sehingga Indonesia merdeka. Menarik membaca kutipan dari biografi politik M. Hatta berikut ini:

“Kerja sama Soekarno dengan Mohammad Hatta merupakan simbol dwitunggal. Penampilan pertama Soekarno dan Hatta di depan publik berlangsung dua minggu kemudian di sebuah rumah tua bergaya kolonial di pusat kota Jakarta, Rumah Jerman. Pertemuan tersebut dihadiri ratusan orang Indonesia yang tampak gembira mendengar berita bahwa kedua tokoh dalam pergerakan nasional itu sekarang telah menyelesaikan pertentangan mereka. Dalam pidato mereka, baik Soekarno maupun Hatta, menekankan bahwa telah tiba saatnya rakyat Indonesia bersatu. Mereka berjanji tidak akan membiarkan diri bertentangan seperti pada masa lampau. Ada semacam rasa suka cita di kalangan rakyat bahwa kedua tokoh itu mau bekerja sama, dan bahwa gerakan nasionalis tidak disapu oleh pendudukan bala- tentara Jepang”.[vi]

Indonesia yang maju yang kita cita-citakan akan sangat ditentukan oleh kesatuan kita sebagai anak bangsa. Sila ke-3 dasar negara kita Pancasila: “Persatuan Indonesia”. Mari kita jaga persatuan. Suku, agama, ras, dan golongan yang berbeda jangan memecah persatuan kita sebagai anak bangsa. Kesatuan kita sebagai karyawan Polman Astra akan menentukan kemajuan Polman Astra. Kesatuan mahasiswa Polman Astra dalam kelompok belajar dan organisasi kemahasiswaan akan menentukan sukses pembelajaran di Polman Astra. Kesatuan kita sebagai warga masyarakat industri akan menentukan kemajuan industri nasional Indonesia. Bersatu untuk maju bersama, perbedaan untuk saling melengkapi.

(5) Memangun untuk kemerdekaan yang abadi, berharap Tuhan memberkati

Sebelum dan setelah membaca teks proklamasi, Sukarno menyampaikan pidato singkat yang membangkitkan semangat. Pidato penutupnya sbb:

“Demikianlah saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka! Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini kita menyusun Negara kita! Negara Merdeka, Negara Republik Indonesia – merdeka kekal dan abadi. Insyaallah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu!”[vii]

Merdeka dan sudah tidak ada yang mengikat bukanlah titik akhir. Ada hal-hal yang harus dikerjakan setelahnya. Setelah proklamasi 17 Agustus 1945 ada pekerjaan besar menyusun negara. Saat inipun masih ada pekerjaan besar: membangun negara. Untuk apa? Supaya menjadi negara merdeka yang kekal dan abadi, mencapai cita-cita kemerdekaannya. Tentu semua dapat dijalani dengan berkat dan rahmat Tuhan. Sukarno, proklamator Indonesia mengatakan, “Insyaallah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu!” Mari kita syukuri kemerdekaan dan kita doakan berkat Tuhan buat Indonesia. Amin…!

Salam kemerdekaan…!

(Tony H. Silalahi)

Direktur Polman Astra

Bagikan Artikel Ini

Artikel Terbaru